Pengging dan Watu Genuk jadi Jujugan Peziarah Hindu Bali

Pengging dan Watu Genuk jadi Jujugan Peziarah Hindu Bali
BOYOLALI – Sejumlah lokasi peninggalan masa lampau menjadi jujugan peziarah Hindu. Seperti Petilasan Pengging di Banyudono hingga Situs Candi Watu Genuk di Mojosongo. Kedua lokasi ini dinilai memiliki hubungan dharma dengan umat Hindu Bali. Tak ayal, kedua lokasi ini menjadi wisata religi umat Hindu Bali, Minggu (27/11).
Pemimpin kunjungan, termasuk ketua adat Ida Pinandita Istri Nabe bersama rombongannya berziarah ke Makam Sri Makurung Handayaningrat, atau lebih dikenal sebagai Ki Ageng Pengging Sepuh. Mereka mengenakan pakaian adat Bali lengkap. Makam yang terletak di Dusun Malangan, Desa Dukuh, Banyudono menjadi napak tilas pertama rombongan ini.
“Kami melakukan pemujaan dan doa. Kemudian berlanjut ke area pemandian di kawasan Pengging untuk menggelar upacara Tirtha Yatra. Ini proses kunjungan ke tempat suci di daerah yang memiliki hubungan dharma dengan umat Hindu Bali,” terangnya.
Ada beberapa rangkaian upacara yang dijalankan. Dimulai dengan Mapakeling atau meminta permisi pada penguasa setempat. Dilanjutkan dengan pemujaan, selanjutnya peserta melakukan pembersihan diri dengan cara menceburkan diri ke kolam yang disucikan. Prosesi ini dipimpin langsung oleh Ida Pandita.
Pasca penyucian, umat Hindu Bali akan bersembahyang dengan melakukan semedi dan brata. Kemudian, mereka akan mengambil air dari wadah-wadah yang sudah disucikan untuk dibawa ke Bali. Umat Hindu Bali meyakini Sri Makurung Handayaningrat masih memiliki hubungan erat dengan umat Hindu Bali secara umum.
“Kedatanganya ke Boyolali salah satunya untuk melaksanakan Tirtha Yatra, atau kunjungan dalam melaksanakan dharma. Ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena ada leluhur yang menyediakan tempat-tempat suci untuk pemujaan. Dan itu memberikan kami energi spiritual,” bebernya.
Dia berharap, lokasi-lokasi peribadatan yang sarat akan sejarah tersebut bisa dijaga dan dilestarikan. Menurutnya, tugas ini sudah menjadi kewajiban generasi muda.
“Untuk menentukan lokasi tempat suci ini, para leluhur melakukan dengan pertimbangan spiritual yang tinggi. Untuk itu kami wajib melestarikannya,” imbuhnya.
Pendamping kegiatan ziarah, sekaligus Ketua Boyolali Heritage Society (BHS) Kusworo Rahardian menambahkan, kejayaan Pengging di masa lalu memang masih memiliki hubungan erat dengan umat Hindu Bali. Sehingga, spot-spot pertirtaan di Pengging, Banyudono masih dianggap suci, serta bisa menjadi sarana untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
“Warga Hindu dari Bali sengaja datang sebagai upacara Tirtha Yatra, atau kunjungan keagamaan ke tempat-tempat leluhur. Ini sebagai bakti untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan,” paparnya.
Setelah dari Petilasan Ki Ageng Pengging Sepuh, wisata religi dilanjutkan ke komplek Situs Candi Watu Genuk, Mojosongo. Para peserta tampak khidmat mengikuti ritual penglukatan atau penyucian diri. Meski beralaskan tikar, para peserta tampak antusias. Selain itu, ada beberapa arca yang masih tersisa. Seperti, watu gentong, nandiswara, dewi durga, dan lainnya.
Umat Hindu Bali meyakini mereka memiliki hubungan emosional yang kuat dengan Watu Genuk. Kusworo menambahkan, wilayah tersebut dibangun nenek moyang umat Hindu. Mereka menetap setelah terdampar dalam perjalanan menuju Bali pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Di Situs Watugenuk ini, juga prosesi sembahyang dilakukan dengan membawa semua kelengkapan upacara. Diantaranya, sesaji dan ritual pengambilan air suci dari Situs Watu Gentong. (rgl/nik)