Kuliner

Menilik Bondowoso, Kawasan di Eks Keresidenan Besuki yang Menyimpan Kopi Unggulan Peninggalan Kolonial

Suara.com – PURWOKERTO.SUARA.COM – Di wilayah Eks Keresidenan Besuki  tidak hanya tanaman tebu saja yang diolah untuk diubah menjadi gula saat masa kolonial Belanda dan masih bertahan hingga kini.

Di wilayah lainnya yang masih masuk wilayah Eks Keresidenan Besuki komoditas peninggalan kolonial Belanda yang hingga saat ini masih tetap dipertahankan bahkan menjadi tanaman unggulan juga masih ada.

Wilayah ini adalah Kabupaten Bondowoso Jawa Timur. Kawasan ini berbatasan langsung dengan Banyuwangi di sisi selatan. Kala itu pembagian wilayah menjadi tiga lokasi, kawasan barat merupakan pegunungan, bagian tengah berupa dataran tinggi dan bergelombang, sedang bagian timur juga berupa pegunungan.

Bondowoso ini merupakan satu-satunya kabupaten di daerah Eks Keresidenan Besuki  yang tidak memiliki garis pantai. Sehingga jangan heran jika wilayah ini meruapakan salah satu penghasil kopi berkualitas tinggi di Tanah Air.

Sejarah perkopian di Bondowoso tak lepas dari perkebunan kopi PTPN XII di Kecamatan Ijen Kabupaten Bondowoso dan sekitarnya yang reputasinya telah memiliki sejarah begitu panjang sejak penerapan Cultuurstelsel.

Dikutip dari laman resmi PTPN XII, Perkembangan kopi di Bondowoso berawal dari upaya Belanda mendirikan perkebunan kopi di dataran tinggi Ijen dan Raung sekitar abad ke-19 atau pada kisaran 1890-an silam.

Perkebunan kopi seluas sekitar 11 ribu hektare itu terletak di lereng Pegunungan Ijen dan Gunung Raung. Tepatnya di seluruh Kecamatan Ijen, Bondowoso. Dan hanya ada satu jenis kopi di sana, yakni Kopi Arabika.

Perkebunan kopi di wilayah ini terdiri dari 2 wilayah kebun. Kebun Kalisat/Jampit dan Kebun Blawan, PTPN XII. Masing-masing terdiri dari beberapa afdeling yang digunakan untuk memantau perkebunan terkecil.

Berdasarkan catatan sejarah, cikal bakal berdirinya perkebunan kopi di wilayah ini berawal saat Pemerintah Kolonial Belanda menerapkan cultuurstelsel atau sistem tanam paksa.

Kala itu Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya teh, kopi, dan kakao.

Sistem yang diberlakukan sejak 1830-an itu menerapkan kebijakan yang memaksa warga pribumi menanam tanaman ekspor yang hasilnya wajib disetorkan kepada pemerintah kolonial Belanda.

Daerah perkebunan besar dengan komoditi kopi adalah di wilayah Jawa Timur, khususnya di daerah eks Karesidenan Besuki dan Malang Raya.

Catatan sejarah lain menulis bahwa pada 1840-an silam mulai direncanakan pembukaan perkebunan kopi bersamaan dengan pendirian 12 pabrik gula di Karesidenan Besuki.

Wilayah Ijen pertama kali dibuka perkebunan kopi pada 1890-an oleh Gerhard David Birnie. Pihak Belanda juga mencoba mengembangkan Kopi Arabika melalui perkebunan Blawan.

Saat masa itu wilayah Blawan dikenal dengan nama Mount Blau. Untuk memperluas usahanya pada 1927 dibangun Perkebunan Kalisat/Jampit yang pengelolaannya berada di bawah pengawasan David Birnie Administrate Kantoor.

Saat itu, kopi merupakan komoditas perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian pemerintah Hindia Belanda. Tepatnya sejak abad ke-16 atau sekitar 1686-1699 silam.

Bibit kopi pertama kali didatangkan pemerintah kolonial Belanda dari Malabar, India untuk ditanam di Indonesia. Bahan tanaman inilah yang menjadi cikal bakal seluruh perkebunan kopi di Hindia Belanda.

Catatan dari PTPN XII, diperkirakan ada lebih dari 300 jenis kopi yang ada di Indonesia. Baik jenis Robusta, Arabika, bahkan dikenal juga jenis kopi Liberika.

Banyaknya jumlah tersebut hanya 13 jenis kopi Indonesia yang terdaftar sebagai Indikasi Geografis (IG). Salah satunya kopi yang berasal dari dataran tinggi Ijen dan Raung, yang diberi nama Java Ijen-Raung.

Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang atau produk. Faktor yang menentukan yakni lingkungan geografis, alam, dan manusia atau kombinasi dari faktor-faktor itu. Sehingga tersemat reputasi, kualitas, dan karakteristik produk yang dihasilkan.

Kopi-kopi di Indonesia yang telah memiliki IG di antaranya Gayo Aceh, Sidikalang Sumut, Lampung, Toraja Sulsel, Bajawa NTT, Kintamani Bali, juga Preanger Jabar dan sejumlah jenis kopi dari beberapa daerah lainnya.*(ANIK AS)